Winda adalah salah satu
mahasiswa di Universitas Andalas Padang. Tak banyak yang ku tahu kisahnya.
Namun, beberapa kali bersua dengannya dalam forum Open House membuatku belajar
bersyukur. Ia lebih dulu menyempurnakan hijabnya daripada aku. Jauh-jauh hari
ketika masih SMA, ia telah berhijab. Hingga kuliah ia masih terbelenggu amarah
orangtuanya. Jika sedikit saja ia khilaf atau lalai dalam mengurusi pekerjaan
rumah, ibunya lantas menyalahkan hijabnya. Alasannya hijab telah menghambat
tugasnya untuk membantu ibunya.
Setiap kali ia
bercerita tentang masa-masa pertama mengenakan hijab, air matanya kerap
membanjiri jilbabnya. Sungguh tegar ia bertahan dibalik cercaan, cemoohan,
bahkan ancaman orangtuanya. Satu hal yang mungkin sulit diterima, ketika kita
akan menggugurkan suatu kewajiban agama malah ditentang orangtua dan terancam
diusir. Tak semua anak mampu bertahan dalam kondisi pelik itu, kebanyakan
mereka lebih suka menanggalkan hijabnya. Mereka lebih memilih ridho manusia
daripada ridho Allah. Berhijab bukan bentuk membangkang tapi wujud cinta pada
kedua orangtua.
Winda memang berbeda.
Ketegarannya telah mampu meluluhkan hati orangtuanya. Pengalaman pertamanya
berhijab mendapat protes yang hebat dari ibunya. Jika ia tak menanggalkan hijab
itu, maka ibunya akan mengusirnya. Winda mencari strategi agar ia tidak
menanggalkan hijabnya. Akhirnya ia putuskan, ketika berangkat sekolah ia pakai
seragam biasa, setibanya di sekolah ia menukar seragamnya dengan hijab.
Begitulah beberapa kali Winda berhasil melancarkan aksinya untuk tetap
berhijab.
Suatu hari, aksi Winda
ketahuan oleh ibunya. Saat itu juga semua hijab Winda dibakar tak satupun
tersisa kecuali yang melekat ditubuhnya. Waktu itu ia sedang mengaji dengan
teman-temannya. Winda tersadar kehilangan semua hijabnya saat hendak keluar
rumah keesokan harinya. Dengan hati-hati dan wajah tak berdosanya ia tanyakan
pada ibunda. Namun bundanya malah menggertaknya dan mengancam tak boleh
mengenakan lagi. Tumpah ruah tangis Winda, seakan dunia dirasa begitu gelap.
Tapi ia kembali sadar bukankah itu sebuah ujian dan cobaan dari-Nya?
Seiring waktu, semakin
bertambah tsaqofahnya. Winda mampu menuturkan dengan lemah lembut kewajiban
hijab pada ibunya. Saat itu ia terserang penyakit yang membuat rasa sayang
ibunya padanya tak terbendung jika akan kehilangan putri satu-satunya. Kini,
Winda sudah menjadi distributor hijab di Padang. Kisahnya menyadarkanku untuk
tetap istiqomah membalut tubuhku dengan hijab atas perintah-Nya. InsyaAllah []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar