Kamis, 07 Februari 2013

Ahlan Wa Sahlan, Cinta!


 Memoriku merekam semua kisah itu
Awal aneh nan membekas di Kamis, 9 Mei 2012
Kala jenuh merajai pikirku
Kau hadir lembutkan aku
Bukan dengan rayuan memikat hati
Tapi keluh kesah nan menghibakan hati
Tak layak kugertak
Sebab bukan gertakan yang kau butuhkan
Tapi embun yang mampu menyejukkan hatimu yang lusuh

Aku…
Ku bisa sejukkan hatimu
Hanya dengan saran “Dzikir dan sabar”
Hilanglah jenuhku, pergilah penatku
Entah angin apa yang kau bawa
Aku pun enggan bertanya
Setidaknya sayup-sayup kurasakan kaulah warna itu
Warna yang melengkapi pelangi hatiku
Telah lama berjibaku
“Ahlan wa sahlan cinta, di pelangi hatiku”

Padang, 10 Mei 2012
Di sela-sela merampungkan TA hingga larut malam kau menegurku

Martir Peradaban


Ganasnya angin malam menelisik hingga ke urat nadi
SemiLirnya membuat tubuhku meronta
Gemuruh kian menakutkan
Petir memekik tak kunjung reda
Ku kira hujan akan turun eh ternyata badai salju di negeri tRopis
Heran
Terdiam
Membisu
Penuh tanya

Fenomena alam yang senantiasa memberi tanda
Bahwa kita tak akan pernah mengetahui akan apa yang ada didepan kita
Disisi petang menjulang tinggi taburan bintang merona
Menandakan malam kan segera sirna merajut gelap gempita
Akankah kelamnya malam membuat syahdu?
Tentu ada keniscayaan benderang yang menguhujam nan merindu

Tenang kawan...
Gelapnya malam tentu akan digantikan benderang
Begitulah Allah telah kabarkan dalam surat cinta-Nya
Bahtera pun menepi ke dermaga
Membawa berkah laut bagi penduduk bumi

Kala terang sang mentari mulai menyingsing
Tak kuasa hingar binggar kedua kelopak mata
Mengurai pahitnya suatu bukti seorang pejuang
Berlari menjemput apa yang telah dikabarkan-Nya

Kabar bahwa badai telah berlalu
Entah...mungkin badai telah ditelan ombak
Aku tak peduli...
Yang aku tahu...kabar itu tentangku, kamu dan kita semua
Tentang sebuah jerih yang dialiri peluh pejuang
ya..kabar itu adalah sebuah kemenangan hakiki
Kemenangan yang akan menggetarkan pelosok negeri
Tak hanya itu..
Gaungnya membahana hingga penjuru bumi
Sorak-sorai negeri2 muslim menyambutnya
Kemenangan yang akan menyatukan mereka dalam satu atap, satu bingkai, satu kepemimpinana
DAULAH KHILAFAH ISLAMIYAH...

Ku mencoba menorehkan arah pandangan,
Pekikan takbir tak ada yang membendungnya,
Pasukan pembawa panji ar roya telah berbaris membukit disebelah timur hingga barat.
Betul badai itu ku kira lama sirna, namun itu sangat cepat berlalu.
dan kemenangan Islam tak akan ada yang bisa mengundurkan
serta tak ada yang memajukan

Ayoo...
Gelorakan semangat dakwah..
Sebab diam akan tertusuk pedang,
Berlari menuju negeri yang menunggu pembebasan para mujahid,
Katakan pada kaum kuffar bahwa episode kelam telah berakhir
Ia telah menjemput ajalnya, merongrong kesakitan
diterkam tentara gabungan umat muslim dari seluruh penjuru negeri...........
katakan pada dunia : KAPITALISME IS OVER !!!

Begitulah sejatinya insan manusia yang mengazzamkan dirinya menjadi hamba Allah mendedikasikan diri.
Mengurai tiga pertanyaan mendasar, dari mana kita hidup, untuk apa kita hidup dan akan kemana kita setelah kehidupan ini?
menjadi memompa arah perubahan.
Sebagai bentuk konsekuensi keimanan terhadap ISLAM.
Tak akan lama kapitalisme akan hangus, diberangus oleh api-api membara mabda' Islam.
Saatnya satukan barisan rapat dan kokohkan tuk menyongsong Khilafah jilid DUA, dengan dakwah dan jihad. Takbir!!

#Duet dengan Ukhtyan

Pilihan-Mu Terbaik


 Aku bukan bidadari pemilik jagatraya
Pun bukan permaisuri  yang bertahta di singgasana
Hatiku  tak selembut sutra
Lisanku tak memukau yang meghipnotismu

Aku tak semulia Khadijah binti Khuwailid
Tak setaat Fatimah az-Zahra binti Muhammad SAW           
Tak secerdas Aisyah binti Abu Bakar atau
Tak setegar Sumayyah binti Khayyat,
Ku hanya berusaha mengikuti  jejak mereka

Kala langit berwarna tembikar, keras dan kusam
Sang Khaliq kerap melukis harap dalam bayangku
Sesosok yang telah dijanjikan-Nya
Entah siapa dia, aku tak tahu dan tak akan mau tahu
Sampai dipertemukan di mitsaqon ghaliza

Dan kini ku impikan pada rasa yang padat
Bukan sebuah pelarian atau hujatan
Tapi merajut mimpi baru
Untuk sebuah mahligai yang diridhoi-Nya

Ku tak menggenggam setitik dendam pun
Padamu yang mengabaikan harapku
Berlabuhlah dihati yang kau terpaut akannya
Sebab mungkin bahagiamu adalah senyumnya


Aku…
Sampai kapanpun tak akan memikirkannya
Dia juga tak perlu memikirkanku
Tapi kau…sosokmu
Tak jengahkah menghantui malam-malamku?
Tak puaskah telah menyibak tabir hidupku?
Enyahlah…bungkam kisah kita

Dia…
Ya, sosoknya yang berkelebat di benakku
Dia yang akan coba menata pelangi hatiku
Menuturkan bahasa cinta
Tak dengan hardikan
Pun makian nan meluluhlantahkan harap
Ia hadir dengan kata “Ijab qabul!”