Selasa, 04 September 2012

Dilema Cinta Sang Pengemban Dakwah


Oleh : Ibrahim Fatih AL-Inqilabi

Siapa bilang pengemban dakwah ga bsa jatuh cinta? Adalah wajar bila seseorang, tak terkecuali pengemban dakwah mempunyai rasa untuk menyayangi dan ingin disayangi.. Itulah fitri dalam diri manusia. Namun jangan salah memaknai cinta. Bagi pengemban dakwah, tentunya sudah mafhum bahwa klo cinta yg sejati adalah setelah menikah. Selebihnya adalah nafsu saja.

Bagi pengemban perubahan, tentunya tak asing lagi bila terbilang masih muda udah membicarakan hal ini. Sudah tidak aneh lagi karena itu adalah wujud dari pemahaman mereka yg benar tentang menikah, terutama diusia muda. Hal ini didapati dari semakin berkembangnya pemikiran pemuda setelah mengkaji lebih dalam tentang pernikahan. Mulai dari ''dengan menikah akan lebih menundukan pandangan, dengan menikah akan menjadikan kaya, akan leih terjaga kehormatannya, dengan menikah, artinya telah menyempurnakan separuh agama, Subhanallah, dll. Karenanya, maka pamuda yg notabene udah paham Islam secara cemerlang, tentunya ga mau menyia2akan hal tersebut. Tul ga?

Namun, katika para pemuda sudah menginginkan untuk menikah diusia muda, terkadang tidak sejalan dengan apa yg diinginkannya, sehingga mereka jadi ragu2 untk melangkah. Mulai dari celaan orang yg suka mencela Islam, penolakan para ortu untuk menikahkan anaknya diusia muda, karena mereka beranggapan bahwa harus punya pekerjaan dlu sebelum menikah..

Yg lebih ironis adalah sesama teman aktivis dakwah juga turut andil dalam menghambat hal tersebut. Karena mungkin satu pemikiran, jadi berat juga untuk mengelak ketika dikasih dalil yg bisa dibilang bgtu sangat bagus..Diantara mereka menggunakan istilah "Antum harus realistis donk, dengan gaji yg sekarang ini ngurus diri sendiri aja udah keteteran, apalagi mau ngurus anak orang lain? Memang, menikah itu banyak hal yg tak terduga datang, tapi sekali2 antum kan udah tau bahwa"Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka sendiri yg merubahnya.. Maka dari itu sekarang antum harus fokus dlu nyari maisyahnya sekarang. Antum kan pengemban dakwah, jadi jangan sampai nanti ortu antum jadi terbebani dengan rencana nekat antum itu..Menikah ada syarat dan rukunnya, semisal mahar, apakah antum saat ini benar2 udah mempersiapkan hal itu? Atau juga untuk walimah? Jadi itu semua membutuhkan biaya yg besar bukan? Ada lagi yg bilang "Ibarat mau berperang tapi antum ga punya persiapan yg cukup, misal senjata, keahlian,. Begitu juga menikah, apakah udah cukup bekal antum sekarang? Terus juga gmna nanti setelah menikah? Seperti sandang, pangan, dan papan? Kini dikembalikan lagi dengan gaji antum yg terbilang untuk kebutuhan antum sehari2, cukup ga? Antum kan belum kerja sekarang.. Sedewasa-dewasanya umur antum sekarang masih bisa labil, apa jadinya nanti coba dengan rumah tangga antum? Begitu saklek bukan? Bagaimana seandainya antum belum terbina dalam kajian2 secara rutin setiap minggu? Yg udah terbina saja kadang juga sulit sekali untuk membayangkannya.. Lantas dengan begitu, kita akan menerimanya dengan lapang dada? Atau hati memberontak namun tak berdaya ketika disuguhkan materi tersebut pada kita? Jujur, klo saya ga menerima pendapat itu, meski pendapat ini didapati dari mereka yg telah lebih dulu berpengalaman dibidang ini. Mengapa demikian? Berikut saya sampaikan beberapa argumen pribadi saya akan hal itu.

Pertama; Kita haru bisa mengidentifikasi hukum menikah bagi kita,. Namun yg akan saya singgung adalah 'wajib nikah' . Klo memang telah wajib nikah yaitu ketika kita udah ga bisa nahan godaan baik dari luar maupun dalam diri kita, dan puasa pun telah tak sanggup untuk menahan itu, Insya Allah itu udah dikatakan wajib, mengapa? karena klo itu dibiarkan, mengingat Iman kita itu kadang naik turun, khawatir kita akan melakukan perbuatan keji. Nau'dzubillah.. Jdi pilihan tepat adalah menikah.. Karena dengannya, kita akan lebih terjaga, sebagaimana telah dinukil dari hadits2 Rasulullah Saw bahwa esensi menikah adalah salah satunya demikian..

Untuk menancapkan keyakinan yg begitu mendalam tentang pernikahan, kita harus mengetahui, motivasi (quwwah) dan nilai yg hendak diraih(qimah)nya.. Jadi ketika keduanya disandarkan dengan ruhiyah, Insya Allah hambatan itu semua adalah sangat kecil dihadapan kita, mengingat ada suat hal yg sangat urgen dibalik pernikahan itu sendiri.. Yaitu untuk menolong agama Allah. Dengan menikah berarti kita sedang dala tahap awal tengah menyiapkan tentara Allah, demi kejayaan Islam., Insya Allah dengan pemahaman seperti itu, quwwatu ruhiyah dan qimatu ruhiyah sedang dibangun oleh kita.. Kedua; Bukankah menikah itu urusan taqwa? Sehingga berlaku Nash berikut ini?: "Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, pasti dibukakan baginya jalan keluar, dan diberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Allah tetap mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu".(Qs. at-Talaq: 2-3). Saya sangat ingin menulis seperti ini karena saya telah mendapati ayat ini sangat jelas tergambarkan didalam pesta pernikahan sahabat saya. Saat mau menikah, bayangkan saja, beliau hanya megang uang untuk bayar maharnya saja, itu pun terbilang sangat kecil jumlahnya.. Namun saat hari "H"nya ternyata, Suhanallah, bisa mngadakan walimah yg mewah di dua tempat.. Sekali lagi, kita akan sepakat bahwa menikah itu urasan taqwa..

Ketiga; Bukankah menikah itu akan menolong agama Allah juga? Sehingga: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". (Qs. Muhammad: 7). Apakah belum cukup dua ayat tersebut? Klo belum, mungkin ayat ini adalah penguat itu semua,.. Tentunya antum udah lebih paham daripada saya.. “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN, ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui". (Qs. an-Nuur: 32).

Keempat; Apakah relaistis ketika misal kita dikejar harimau yg sangat buas, sedangkan disaat yg sama, hanya ada satu jalan keluar, dimana hanya itu yg bsa kita lewati.. Ya, tembok yg menjulang tinggi dihadapan kita.. Apa kita akan diam saja? atau melompatinya? Begitulah analoginya ketika udah berkewajiban menikah, tapi masih ragu untuk melangkah dikarenakan ada temen yg bilang "nikah itu harus realistis". Kelima; Ada tetangga saya yg ketika sekarang umurnya pada tingkat lanjut namun belum berani untuk memutuskan menikah,. Jadi kita beranggapan bahwa kedewasaan itu tidak bisa diukur dengan berapa umurnya, namun kedewasaan bisa dikur dengan bagaimana seseorang menghadapi masalah dan seberapa kuat orang tsb untuk berusaha terikat dengan hukum syara'...
Keenam; Untuk masalah persetujuan ortu, itu sebenarnya ortu kita sedang menguji seberapa kuat mental kita shg memberanikan diri menikah disuia muda. Mereka sedang melihat kesungguhan niatan kita itu.. Bukan berarti ga setuju ketika mereka menolak menikahkan kita..Ketika kita melobi mereka dengan sungguh2 Insya Allah Allah akan memberi kemudahan pada kita.. Aamiin. Ketujuh; Ketika kita memutuskan untuk berperang dengan pernkahan, sedangkan kita blm punya persiapan yg matang, apa yg terjadi?? Mungkin ini pula yg sangat turut ikut andil dalam mengacaukan semuanya..:). Baiklah,.. Insya Allah saya akan berusaha menguraikan masalah ini..

Benarlah ayat ini adanya: "Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui". Qs. al-Baqarah: 268).

Allah berfirman: 'Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkalmaka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari". (HR: Bukhari).

Kesimpulannya adalah Untuk hari besok adalah ghaib, bukan wilayah kita untuk membahas hal itu. Kita jangan sampai disibukkan dengan apa2 yg blm terjadi dikemudian hari, sehingga kita menjadi semakin berat untuk melangkah.. Karenanya, yg harus kita bangun secara kuat dalam jiwa kita adalahharus selalu berkhusnudzan pada Allah,.. Karena dengan itu Insya Allah Semua akan baik2 saja.. Aamiin..Semoga bermanfaat bagi saya dan temen2 yg sedang merasakan kuatnya Shira ul-Fikriy dalam dirinya.. Dan juga, saya berharap semoga kita dipertemukan dengan segera dengan jodoh kita,. Insya Allah, Aamiin Ya Rabbal'aalamiin.

  • Bila cinta Manusia diluar ikatan nikah, jagalah hati dari segala bujuk rayuan syetan yg begitu halus menyusup kedalam dada, jauh kedasar hati... Segalanya akan dijadikan indah dan iman pun melemah... Tidak perlu meminta pengertian, menuntut balasan cinta dari mereka... Awalilah dengan do'a, bila ikhtiar sudah dilaksanakan. Tetaplah iringi selalu dengan do'a meminta kepada Allah agar jiwa orang tercinta ada dalam genggaman-Nya, minta petunjuk-Nya, minta ridho-Nya... Apabila benar rasa cinta ini pantas tumbuh untuk seseorang yg belum halal bagi kita... Yaa Allah Yang Maha membolak-balikkan hati, jagalah hati kami agar senantiasa mengutamakan cinta kepada-Mu dan Rosul-Mu...Mengadu, menangis boleh saja, tapi pada tempat dan tujuan yg tepat yaitu Allah Semata...Do'a dalam sujud panjang kita...Subhanallooh... Allah Maha Mengerti, Maha mengetahui apa yg terbaik bagi kita, memahami diri kita lebih dari diri kita sendiri... Takdir Allah takkan pernah mengecewakan sahabatku... Hanya saja kita sering kali terlambat menyadari kebaikan dan hikmah dibalik peristiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar