Rabu, 22 Mei 2013

Don't Judge My Hijab


Winda adalah salah satu mahasiswa di Universitas Andalas Padang. Tak banyak yang ku tahu kisahnya. Namun, beberapa kali bersua dengannya dalam forum Open House membuatku belajar bersyukur. Ia lebih dulu menyempurnakan hijabnya daripada aku. Jauh-jauh hari ketika masih SMA, ia telah berhijab. Hingga kuliah ia masih terbelenggu amarah orangtuanya. Jika sedikit saja ia khilaf atau lalai dalam mengurusi pekerjaan rumah, ibunya lantas menyalahkan hijabnya. Alasannya hijab telah menghambat tugasnya untuk membantu ibunya.
Setiap kali ia bercerita tentang masa-masa pertama mengenakan hijab, air matanya kerap membanjiri jilbabnya. Sungguh tegar ia bertahan dibalik cercaan, cemoohan, bahkan ancaman orangtuanya. Satu hal yang mungkin sulit diterima, ketika kita akan menggugurkan suatu kewajiban agama malah ditentang orangtua dan terancam diusir. Tak semua anak mampu bertahan dalam kondisi pelik itu, kebanyakan mereka lebih suka menanggalkan hijabnya. Mereka lebih memilih ridho manusia daripada ridho Allah. Berhijab bukan bentuk membangkang tapi wujud cinta pada kedua orangtua.
Winda memang berbeda. Ketegarannya telah mampu meluluhkan hati orangtuanya. Pengalaman pertamanya berhijab mendapat protes yang hebat dari ibunya. Jika ia tak menanggalkan hijab itu, maka ibunya akan mengusirnya. Winda mencari strategi agar ia tidak menanggalkan hijabnya. Akhirnya ia putuskan, ketika berangkat sekolah ia pakai seragam biasa, setibanya di sekolah ia menukar seragamnya dengan hijab. Begitulah beberapa kali Winda berhasil melancarkan aksinya untuk tetap berhijab.
Suatu hari, aksi Winda ketahuan oleh ibunya. Saat itu juga semua hijab Winda dibakar tak satupun tersisa kecuali yang melekat ditubuhnya. Waktu itu ia sedang mengaji dengan teman-temannya. Winda tersadar kehilangan semua hijabnya saat hendak keluar rumah keesokan harinya. Dengan hati-hati dan wajah tak berdosanya ia tanyakan pada ibunda. Namun bundanya malah menggertaknya dan mengancam tak boleh mengenakan lagi. Tumpah ruah tangis Winda, seakan dunia dirasa begitu gelap. Tapi ia kembali sadar bukankah itu sebuah ujian dan cobaan dari-Nya?
Seiring waktu, semakin bertambah tsaqofahnya. Winda mampu menuturkan dengan lemah lembut kewajiban hijab pada ibunya. Saat itu ia terserang penyakit yang membuat rasa sayang ibunya padanya tak terbendung jika akan kehilangan putri satu-satunya. Kini, Winda sudah menjadi distributor hijab di Padang. Kisahnya menyadarkanku untuk tetap istiqomah membalut tubuhku dengan hijab atas perintah-Nya. InsyaAllah []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar